Pagi Bening
Adegan pertama
Di pagi hari yang cerah, anak-anak SMAN 43 Bandung gempar karena ulah dua anak yang sudah terkenal dengan kenakalannya, tidak lain lagi mereka adalah Akbar dan Aldo yang sedang berkejar-kejaran dengan guru wakil kesiswaan karena mereka tidak tertib pada saat upacara.
Pak Burhan: ”Hei, kalian berhenti jangan lari, Akbaaaaaar..! Berhenti kalian berdua!”(dengan berlari sekencang mungkin dengan membawa sapu).
Akbar : ”Hoi... Aldo buruan lari, ngapain juga dengerin bapak itu, cepaaaaat lari!!” (dengan wajah acuh tak acuh terhadap Bapak Burhan)
Aldo : “Iya, Bar tunggu akulah, sabar.”
Akbar : “Cepaaat …, loncat pagar”(meloncat pagar dengan gesit)
Aldo : (Dengan tergesa-gesa sambil melemparkan tas punggungnya keluar pagar) “Ambil tasku Bar!!!” (seru Aldo)
Akbar : “Cepat Doo, entar Bapak itu ngejer kita lagi!” (dengan yang agak gugup)
Aldo : “Huuuu haa hu ha hu haaa huu …, capek Bar aku, lari-lari gitu. Istirahat dulu ya?” (seru Aldo dengan wajah yang penuh berkeringatan)
Akbar : “Aaah apaan kamu ni, tidak ada waktu untuk kita beristirahat” (memegang tangan Aldo sambil berlari)
Aldo : “Akbar, sabaaaar …!” (mengikuti Akbar dari belakang)
Adegan kedua
Sampailah mereka di suatu taman yang hening dan sepi. Hanya suara burung merpati yang terdengar. Di setiap bangku-bangku taman tidak ada satu pun yang terisi kecuali di sudut taman terlihat anak gadis remaja kira-kira berusia 14 tahun.
Aldo : “Haaa capek banget tau gak lari tu.” (dengan wajah yang cemberut)
Akbar: “Iyalah capek, kata siapa gak??” (menengok ke arah salah satu
anak gadis yang sedang menulis-nulis sesuatu di tanah)
Aldo : ”Beli minum dulu, yuk!” (mengipas-ngipas wajah dengan tangannya)
Akbar: (Tidak menjawab)
Aldo : “Eeeh, jawab ayok beli minum, capek haus ini!!”
Akbar: “Diam dululah, itu kamu liat!!!” (menunjuk anak yang sedang menulis di atas tanah)
Aldo : “Yang mana sih?” (menengok-nengok ke kanan ke kiri)
Akbar: “Ituuu yang lagi nulis-nulis di tanah!!” (sambil menunjuk seorang gadis tersebut)
Aldo : “Ooh, emang kenapa dengan anak itu? kamu suka?” (menggaruk-garuk kepala)
Akbar : “apaan sih,” (berjalan menghampiri anak tersebut)
Aldo : “Eh, tunggu dulu. mau ke mana sih? Masih capek tau gak (sambil mengikuti Akbar dari belakang )
Akbar : “(Duduk di sebelah Endang dengan memperhatikan kedua anak gadis tersebut )”
Aldo : “Ngapain kita di sini?” (masih tetap berdiri di samping Akbar)
Akbar : “Kalian siapa?kenapa ada di sini? Bukannya kalian sekolah?” (merasa bingung dengan keadaan)
Aldo : “Banyak tanya banget sih kamu ni?”
Endang: (Melihat ke arah Aldo dan Akbar tanpa menjawab apa pun.)
Akbar : “Kalian siapa sih? Kenapa ada di sini?” (masih tetap memandang kedua anak tersebut)
Aldo : “Kamu lagi gambar apaan?? Serius amat sih hehehe ….” (sambil ketawa melihat gambar yang digambar oleh Lastri)
Akbar : “Emang dia gambar apaan??” (menengok kearah Lastri)
Aldo : “Hehehe … lucu ya gambarannya, gambar kucing” (masih tetap ketawa dengan girangnya)
Lastri : “Kalian ini siapa ? Datang-datang menggangu, mengejek orang lagi” (dengan wajah yang merah karena kekesalan)
Endang: “Sudah Tri sudah, jangan marah ah” (mengelus-ngelus punggung Lastri untuk meredamkan amarahnya)
Aldo : “Lho, kenapa kamu marah??” (dengan sikap yang aneh dan bingung)
Akbar : “Eh, kenapa kamu? kenapa marah dengan temanku?” (menatap Lastri)
Lastri : “Kenapa kamu mengejek gambaranku?” (sambil melihat Aldo)
Aldo : “Itu gambaran kucing kan??” (sambil tersenyum tersipu-sipu)
Lastri : “Bukaaan …, ini gambar kupu-kupu” (dengan menunjuk-nunjuk gambarannya)
Aldo dan Endang pun merasa aneh melihat mereka berdua bertengkar tanpa sebab, Endang merasa aneh mengapa tiba-tiba ada dua orang lelaki menghampiri mereka .
Aldo : “Aaah, itu mah kucing ada kakinya empat!” (tertawa terbahak-bahak)
Endang: “Kalian berdua ini siapa? (dengan wajah penasaran)
Akbar : “Aku Akbar dan dia Aldo!” (sambil menunjuk Aldo)
Aldo : “Iya, kami berdua adalah teman” (sambil tersenyum)
Endang: “Lalu kalian kenapa ada di sini, pakai seragam sekolah pula, bukannya ini masih jam belajar?”
Lastri : “Iya, kalian siapa, kenapa menganggu kami berdua??”(dengan wajah yang bertanya-tanya)
Akbar : “Kami berdua kabur dari sekolah karena membuat onar, tadi juga kami dikejar-kejar oleh pak guru.”
Aldo : “Iya, itu juga oleh ini ni sih Akbar” (dengan menunjuk wajah Akbar)
Akbar : “Diaam …!!” (menginjak kaki Aldo)
Lastri : “Lalu, kalian kabur ke sini, dan gak sekolah?”
Aldo : “Iya, kalian juga bolos sekolah kan?” (dengan melihat arah Endang dan Lastri)
Lastri : “Sembarangan kamu bilang orang bolos!” (dengan wajah marah)
Endang: “Tidak, kami tidak bolos” (dengan wajah yang meyakinkan)
Akbar : “Lalu, kenapa kalian ada di sini, seharusnya kan kalian berada di sekolah?” (dengan wajah yang bertanya-tanya)
Lastri : “Mau tau aja urusan orang?”
Akbar : “Kami kan sekedar nanya, salah apa?”
Endang: “Kami tidak sekolah lagi” (sambil menundukkan kepalanya)
Lastri : “(Dengan wajah yang memelas) iya, kami berada di sini karena kami tidak melanjuti sekolah.”
Akbar : “Kenapa?” (masih saja dengan wajah yang bertanya-tanya)
Aldo : “Hem …, pulang yuk panas, ngapain juga nanya-nanya yang tidak penting dengan mereka!” (dengan rasa acuh tak acuh)
Akbar : “Diam dululah kamu ni, dengerin mereka berdua!!” (melihat ke arah Endang)
Lastri : “Kami ingin melanjutkan sekolah tetapi karena keadaan perekonomian keluarga, kami tidak bisa seperti kalian bersekolah setiap hari” (masih dengan wajah yang memelas)
Aldo : “Kasian ya? (dengan melihat wajah Akbar)
Akbar : “Iya, sedangkan kita masih sempat-sempatnya bolos dan bikin onar disekolah!! (dengan wajah yang menunduk)
Aldo : “Iya, keluarga kita bercukupan, kedua orang tua kita mampu menyekolahkan kita, tetapi kita malah menyia-nyiakan kesempatan” (dengan menarik nafas panjang)
Akbar : “Kalian ingin sekolah?” (dengan memandang Endang dan Lastri)
Endang: “Iya”
Lastri : “(Menarik nafas panjang) iya, begitulah tetapi karena perekonomilah kami jadi begini!”
Aldo : “Sesal dalam benakku!!” (menghela nafas)
Akbar : “Iya, aku pun begitu, kita seharusnya memanfaatkan kesempatan ini” (dengan wajah yang menyesal)
Endang: “Jadi bersyukurlah kalian karena punya kesempatan untuk sekolah” (memandang wajah Aldo dan Akbar)
Akbar : “Iya, aku juga mau merubah sikap burukku selama ini” (dengan wajah yang menyakinkan)
Aldo : “Aku pun juga ingin berubah sikap burukku selama ini, aku ingin memberi yang terbaik untuk kedua orang tuaku” (senyum dengan manisnya)
Lastri : “Bagus, gapai cita-cita kalian setinggi langit” (senyum manis kepada Aldo dan Akbar)
Endang: “Semangat …!!! “ (dengan wajah yang membara semangat)
Aldo, Akbar, dan Lastri pun tersenyum melihat tingkah Endang yang tersenyum-senyum. Matahari pun semakin meninggi menuju ke singgasanaannya yang seutuhnya, memberi pertanda hari pun semakin siang. Keempat anak tersebut masih asyiknya mengobrol dengan saling berbagi cerita .